Pada kesempatan artikel ini Admin membagikan file perihal Literasi karena masih banyak Bapak dan Ibu Guru yang belum memahami secara jelas perihal pelaksanaan literasi dalam pembelajaran yang dilaksanakan. File yang Admin bagikan ini tersaji dalam bentuk Pdf yang isinya memberikan kita informasi mengenai materi literasi pada tahun 2018. Berikut penjelasannya selengkapnya, yang Admin kutip dari file tersebut yang bersumber dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
Pelaksana Kurikulum 2013 jenjang SMA pada tahun pelajaran 2017/2018 sebanyak 4.454 SMA. Terhadap 4.454 SMA tersebut, pada tahun 2017 diberikan pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis dan pendampingan Kurikulum 2013. Pelaksanaan dan pendampingan bagi guru SMA dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Bimbingan teknis Kurikulum 2013 dilaksanakan secara bertahap yaitu Penyegaran Instruktur Nasional, Instruktur Kabupaten/Kota, dan Bimbingan Teknis Guru Sasaran.
Berkaitan dengan hal- tersebut telah disiapkan perangkat pendukung bimbingan teknis Kurikulum 2013 dalam bentuk modul bimbingan teknis implementasi Kurikulum 2013 tahun 2017 untuk 31 mata pelajaran dan bimbingan konseling serta panduan teknis pengelolaan bimbingan teknis Kurikulum 2013. Seluruh perangkat tersebut merupakan revisi modul tahun 2016 dimaksudkan untuk memberikan pemahaman secara teknis tentang kebijakan dan substansi Kurikulum 2013, meningkatkan kompetensi pelaksana Kurikulum 2013, dan meningkatkan kompetensi guru mata pelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian di sekolah.
Literasi bermula dari kemampuan yang terdapat pada tiap individu dalam suatu komunitas, seperti seorang siswa dalam suatu sekolah. Siswa yang literat akan memiliki kesenangan atau kegemaran terhadap aktivitas baca-tulis, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan melalui pembiasaan, pengembangan, ataupun pembelajaran, kemampuan tersebut akan menjadi kebiasaan yang memola (membentuk suatu pola). Kemampuan literat antara satu individu dan individu lain berkembang, sehingga bukan lagi sekadar kemampuan tunggal, melainkan kemampuan masyarakat, komunitas, atau warga sekolah. Oleh karena itu, budaya literat adalah sesuatu yang lebih luas dan yang lebih penting daripada sekadar keterampilan teknis membaca dan menulis yang bersifat individual. Budaya literat mencakupi kemampuan, minat, kegemaran, kebiasaan, kebutuhan seluruh individu dalam berliterasi yang memola dan yang mengakar kuat dalam komunitas sekolah tersebut.
Sekolah sebagai pusat kebudayaan merepresentasikan sebuah miniatur masyarakat. Hal ini berarti bahwa sebuah sekolah akan memiliki nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, sikap atau tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh warga sekolah, sehingga membentuk sebuah sistem sekolah. Sifat-sifat atau karakteristik itu merupakan akumulasi pengalaman, pengamatan, dan penghayatan seluruh warga sekolah sejak sekolah tersebut berdiri.
Namun, secara umum, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa literasi be lum menjadi budaya dalam kehidupan di sekolah. Salah satu penyebab adalah belum ada panduan literasi sekolah yang aplikatif, yang dapat menjadi acuan dalam implementasi literasi di sekolah. Untuk itu, buku panduan ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam memicu dan memacu gerakan literasi sekolah
secara masif, terstruktur, dan berkesinambungan.
Tujuan implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMA terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus, yang dirinci sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah melalui GLS dengan menciptakan ekosistem yang literat agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah yang literat.
c. Menjadikan SMA sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengolah pengetahuan.
d. Melaksanakan literasi dalam pembelajaran.
e. Menjaga keberlanjutan literasi di sekolah dengan menghadirkan beragam program kegiatan, sarana dan prasarana, ataupun pendukung pembentukan budaya.
Literasi, di awal, dimaknai ‘keberaksaraan’ dan selanjutnya dimaknai ‘melek’ atau ‘keterpahaman’. Pada langkah awal, ‘melek baca’ dan ‘tulis’ ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal atau disebut “multiliterasi”. Dalam konteks GLS, literasi merupakan kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/berbicara (Panduan GLS SMA 2016).
Menurut Abidin (2015), multiliterasi dimaknai sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia. Beragam teks yang digunakan dalam satu konteks ini disebut multimoda (multimodal text). Agar mampu bertahan di abad 21, masyarakat harus menguasai enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai adalah literasi kesehatan, literasi keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan literasi kriminal (bagi siswa SD disebut“sekolah aman”) (Pangesti, Mei 2016). Literasi gestur pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para disabilitas.
Berdasarkan uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian. Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut. Implementasi GLS di SMA dilaksanakan melalui tiga tahap, (1) tahap pembiasaan,
(2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan dapat dilakukan dengan kegiatan penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca. Tahap pengembangan merupakan tahap selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan.Tahap pembiasaan dan pengembangan merupakan pondasi ke tahap terakhir, yaitu tahap pembelajaran. Dalam tahap ini, strategi literasi digunakan dalam pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Itulah sekilas yang dapat Admin tuliskan pada kesempatan artikel ini, lebih lengkap dan jelas mengenai materi tersebut pada jenjang Sekolah Menengah Atas SMA dapat Bapak dan Ibu download pada link dibawah ini:
Materi Literasi Dalam Pembelajaran SMA (UNDUH)
Pelaksana Kurikulum 2013 jenjang SMA pada tahun pelajaran 2017/2018 sebanyak 4.454 SMA. Terhadap 4.454 SMA tersebut, pada tahun 2017 diberikan pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis dan pendampingan Kurikulum 2013. Pelaksanaan dan pendampingan bagi guru SMA dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Bimbingan teknis Kurikulum 2013 dilaksanakan secara bertahap yaitu Penyegaran Instruktur Nasional, Instruktur Kabupaten/Kota, dan Bimbingan Teknis Guru Sasaran.
Berkaitan dengan hal- tersebut telah disiapkan perangkat pendukung bimbingan teknis Kurikulum 2013 dalam bentuk modul bimbingan teknis implementasi Kurikulum 2013 tahun 2017 untuk 31 mata pelajaran dan bimbingan konseling serta panduan teknis pengelolaan bimbingan teknis Kurikulum 2013. Seluruh perangkat tersebut merupakan revisi modul tahun 2016 dimaksudkan untuk memberikan pemahaman secara teknis tentang kebijakan dan substansi Kurikulum 2013, meningkatkan kompetensi pelaksana Kurikulum 2013, dan meningkatkan kompetensi guru mata pelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian di sekolah.
Literasi bermula dari kemampuan yang terdapat pada tiap individu dalam suatu komunitas, seperti seorang siswa dalam suatu sekolah. Siswa yang literat akan memiliki kesenangan atau kegemaran terhadap aktivitas baca-tulis, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan melalui pembiasaan, pengembangan, ataupun pembelajaran, kemampuan tersebut akan menjadi kebiasaan yang memola (membentuk suatu pola). Kemampuan literat antara satu individu dan individu lain berkembang, sehingga bukan lagi sekadar kemampuan tunggal, melainkan kemampuan masyarakat, komunitas, atau warga sekolah. Oleh karena itu, budaya literat adalah sesuatu yang lebih luas dan yang lebih penting daripada sekadar keterampilan teknis membaca dan menulis yang bersifat individual. Budaya literat mencakupi kemampuan, minat, kegemaran, kebiasaan, kebutuhan seluruh individu dalam berliterasi yang memola dan yang mengakar kuat dalam komunitas sekolah tersebut.
Sekolah sebagai pusat kebudayaan merepresentasikan sebuah miniatur masyarakat. Hal ini berarti bahwa sebuah sekolah akan memiliki nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, sikap atau tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh warga sekolah, sehingga membentuk sebuah sistem sekolah. Sifat-sifat atau karakteristik itu merupakan akumulasi pengalaman, pengamatan, dan penghayatan seluruh warga sekolah sejak sekolah tersebut berdiri.
Namun, secara umum, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa literasi be lum menjadi budaya dalam kehidupan di sekolah. Salah satu penyebab adalah belum ada panduan literasi sekolah yang aplikatif, yang dapat menjadi acuan dalam implementasi literasi di sekolah. Untuk itu, buku panduan ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam memicu dan memacu gerakan literasi sekolah
secara masif, terstruktur, dan berkesinambungan.
Tujuan implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMA terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus, yang dirinci sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah melalui GLS dengan menciptakan ekosistem yang literat agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan budaya membaca dan menulis di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah yang literat.
c. Menjadikan SMA sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengolah pengetahuan.
d. Melaksanakan literasi dalam pembelajaran.
e. Menjaga keberlanjutan literasi di sekolah dengan menghadirkan beragam program kegiatan, sarana dan prasarana, ataupun pendukung pembentukan budaya.
Literasi, di awal, dimaknai ‘keberaksaraan’ dan selanjutnya dimaknai ‘melek’ atau ‘keterpahaman’. Pada langkah awal, ‘melek baca’ dan ‘tulis’ ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan melek dalam berbagai hal atau disebut “multiliterasi”. Dalam konteks GLS, literasi merupakan kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/berbicara (Panduan GLS SMA 2016).
Menurut Abidin (2015), multiliterasi dimaknai sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia. Beragam teks yang digunakan dalam satu konteks ini disebut multimoda (multimodal text). Agar mampu bertahan di abad 21, masyarakat harus menguasai enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Tiga literasi lainnya yang perlu dikuasai adalah literasi kesehatan, literasi keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan literasi kriminal (bagi siswa SD disebut“sekolah aman”) (Pangesti, Mei 2016). Literasi gestur pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para disabilitas.
Berdasarkan uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian. Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya masing-masing.
Komunitas sekolah akan terus berproses untuk menjadi individu ataupun sekolah yang literat. Untuk itu, implementasi GLS pun merupakan sebuah proses agar siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literat menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah tersebut. Implementasi GLS di SMA dilaksanakan melalui tiga tahap, (1) tahap pembiasaan,
(2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan dapat dilakukan dengan kegiatan penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca. Tahap pengembangan merupakan tahap selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan.Tahap pembiasaan dan pengembangan merupakan pondasi ke tahap terakhir, yaitu tahap pembelajaran. Dalam tahap ini, strategi literasi digunakan dalam pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Itulah sekilas yang dapat Admin tuliskan pada kesempatan artikel ini, lebih lengkap dan jelas mengenai materi tersebut pada jenjang Sekolah Menengah Atas SMA dapat Bapak dan Ibu download pada link dibawah ini:
Materi Literasi Dalam Pembelajaran SMA (UNDUH)
Klik Bagikan sebelum Download
Demikian Materi Literasi Dalam Pembelajaran SMA Tahun 2018 yang dapat kami bagikan pada Artikel kali ini, semoga isi dari Artikel kali ini dapat memberikan manfaat sesuai dengan kebutuhan dan pencarian Anda, serta dapat melengkapi Administrasi Gurunya untuk berbagai kegiatan yang sedang di laksanakan dan di kerjakan.
0 komentar:
Posting Komentar